Sineas Paul Agusta membagi kesakitan gangguan kejiwaan bernama bipolar disorder dalam film panjang keduanya berjudul Di Dasar Segalanya (At the Very Bottom of Everything). Cerita film ini berdasar buku harian yang ia tulis saat dirawat di rumah sakit jiwa akibat gangguan itu.
"Saya didiagnosis penyakit ini saat 21 tahun pada 2001. Saya ber-obat hingga 2004. Setelah itu, saya merasa bisa bertahan tanpa obat. Ternyata, kondisi semakin parah hingga pada 2006 saya mencoba bunuh diri tapi gagal. Akibat itulah saya dirawat delapan hari di Sanatorium Dharmawangsa dan menulis buku harian di sana," kata Paul.
Paul menjelaskan, penyakit bipolar diakibatkan oleh ketidakseimbangan produksi hormon serotonin di otak. Saat produksi berlebih, penderita merasakan kebahagiaan yang amat sangat (mania). Sebaliknya jika hormon sedang minim, yang terasa depresi. Perubahan drastis itu bisa terjadi dalam tempo cepat.
Surealis
Bersumber dari pengalamannya di rumah sakit itu, Paul justru mengaku bisa mengatasi gangguan tersebut. Dia bahkan menelurkan sepuluh karya instalasi video, album musik bernuansa eksperimental, dan pertunjukan multimedia. "Setelah pertunjukan itu, saya ingin berbagi pengalaman tentang penyakit ini dalam skala lebih besar, dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti. Medium yang saya pilih adalah film," kata Paul yang pernah mengasuh kolom Underground Hum di The Jakarta Post.
Pada babak ketiga, Aku menceritakan gangguan bipolar itu tidak bisa pergi. "Seperti kekasih yang rewel, kebal usiran. Dia hanya lenyap jika aku juga lenyap. Yang kulakukan hanya terus berjalan sembari menelan setengah lusin obat setiap hari untuk menekan rongrongannya," ucap Aku lewat mulut Kartika yang pada kehidupan nyata juga menderita gangguan ini.
Pada babak keenam, film itu menggambarkan keadaan paling terpuruk Aku lewat rongrongan dan cakaran tikus raksasa. Rongrongan itu berujung tekanan dahsyat yang digambarkan seperti terantai di salib pada babak berikutnya lewat aktris Bianca Timmerman.
"Kau harus beranjak. Kau harus mendaki lagi," demikian racauan Aku menyemangati dirinya yang melatari adegan rantai perlahan-lahan mengendur dan Bianca perlahan-lahan bangkit. "Saat kau mulai naik, kau sadar bahwa cinta mereka (orangtua dan teman di sekeliling) yang menopangmu," kata Aku.
Pada babak terakhir, Aku menyadari bahwa suatu saat ia bisa kembali jatuh. Namun, ia menyatakan sudah tidak takut jatuh lagi. Kamera pun menyoroti dari dekat wajah Aku yang mengembangkan senyum lebar penuh keyakinan.
Seperti dikutip dari health.kompas.com - HerLambang Jaluardi
Mau nonton bareng "At The Very Bottom of Everything" dan juga diskusi seputar #BipolarDisorder bersama Paul Agusta? Tunggu kami hadir di Bandung, 14 April 2013
No comments:
Post a Comment