Monday, April 22, 2013

Hitam Putih Fakta Kekerasan Dalam Pacaran



Kekerasan dalam pacaran atau disebut juga dating violence sebenarnya banyak di sekitar kita, tapi, masih sedikit sekali yang paham batasan-batasan apa 
yang tidak boleh dilanggar dalam hubungan pacaran.
Apa saja yang termasuk didalamnya?



1. Kekerasan dalam pacaran? Ada tidak, sih?
  • Kekerasan dalam pacaran memang ada. Namun, kebanyakan disaat sedang jatuh cinta, banyak yang menganggap bahwa pacar adalah segalanya dan membuat kita rela diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Tahu tidak, cemburu berlebihan, membentak, memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa cinta, tapi kekerasan.
  • Kalau bingung membedakan antara kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah dibutakan oleh cinta. Untuk membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta.
2. Apa aja sih bentuk kekerasan dalam pacaran?

a. Kekerasan fisik
  • Misalnya memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong, menampar, menonjok, mencekik, menganiaya bagian tubuh, menyundut dengan rokok, memaksa kita ke tempat yang membahayakan keselamatan diri kita.
  • Jangan didiamkan begitu saja jika menjadi korban. Banyak terjadi di Indonesia kasus-kasus kekerasan dalam pacaran yang awalnya berupa penganiayaan fisik, kemudian berakhir tragis dengan pembunuhan.
b. Kekerasan seksual
  • Bentuknya bisa berupa rabaan, ciuman, sentuhan yang tidak kita kehendaki, pelecehan seksual, memaksa kita untuk melakukan hubungan seks dengan beribu satu alasan tanpa persetujuan kita, apalagi dengan ancaman akan meninggalkan, atau akan menganiaya kita.
c. Kekerasan emosional
  • Berupa cacian, makian, umpatan, hinaan, menjadikan kita bahan olok-olok dan tertawaan ataupun menyebut kita dengan julukan yang bikin sakit hati, cemburu berlebihan, melarang dan membatasi aktivitas kita, melarang kita berdandan,membatasi kita bergaul dengan siapa, larangan bertegur sapa atau ramah dengan orang lain serta memeras.
  • Bentuk kekerasan ini banyak terjadi, namun tidak kelihatan dan jarang disadari, termasuk oleh korbannya sendiri. Pada intinya, kekerasan emosional ini akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman pada korbannya.
3. Waspada terhadap mitos yang menyesatkan



Mitos adalah pandangan atau keyakinan masyarakat tentang suatu hal. Biasanya, kalo sahabat, oorang tua atau orang yang dituakan, berbicara tentang suatu hal biasanya kita pasti langsung percaya. Padahal, ada beberapa mitos yang belum tentu benar, bahkan kadang menyesatkan.
Seperti ini misalnya:

Salah: 
Bahwa cemburu maupun kekerasan dari pacar adalah bentuk perhatian pasangan ke kita dan tanda bahwa pasangan kita sungguh-sungguh mencintai kita
Yang benar adalah:
Itu bukan bukti cinta, tetapi upaya mengontrol serta membatasi agar kita patuh, tunduk dan selalu menuruti kemauan pasangan.

Salah:
Bahwa korban kekerasan juga punya andil dan memancing pelaku. Jadi, korban sendirilah yang menyebabkan kekerasan itu.
Sebenarnya sih…:
Pelaku akan tetap melakukan kekerasan meski korban tidak melakukan apapun. Dengan menyalahkan korban, si pelaku berupaya membela diri dan melemparkan kesalahannya pada  pihak lain, dalam hal ini pasangannya.

Salah:
Kalau si dia sudah minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka korban sudah ‘aman’ dan pasangan kita benar-benar tidak akan mengulangi perbuatannya lagi
Yang betul itu:
Kekerasan umumnya terjadi seperti siklus atau lingkaran yang akan terus kembali pada pola lamanya. Sesudah melakukan kekerasan pelaku sering meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi. Tapi kita harus tetap waspada karena jika akar kekerasan pasangan belum dibereskan, maka akan ada kemungkinan besar bahwa ia akan kembali mengulangi hal yang sama.
Solusinya, minta bantuan psikolog untuk bisa mengurutkan akar permasalahan pasangan (yang membentuk pasangan menjadi pribadi yang sedikit-sedikit main tangan) hingga ke akarnya.


4. Apa yang Harus Dilakukan Jika Menjadi korban
  • Kita berhak atas tubuh dan jiwa kita, tidak seorangpun berhak menganggu-gugat.
  • Meski saling cinta, tidak berarti pasangan boleh bertindak "semau gue" terhadap kita.
  • Harus berani menolak dan berkata ‘TIDAK’ jika si dia mulai melakukan kekerasan.
  • Hati-hati terhadap rayuan dan janji-janji manis si dia. Jika terjadi pemaksaan hubungan seksual, si dia bisa aja berdalih bahwa hal itu dilakukan suka sama suka.
  • Jika ada perjanjian, buatlah secara tertulis dengan dibubuhi materai dan disertai saksi.
  • Jika menjadi korban, kita berhak kok, merasa marah, kuatir dan merasa terhina.
  • Laporkan ke polisi atau pihak berwenang lain, jika mengalami kekerasan.
  • Mintalah Lembaga Bantuan Hukum untuk mendampingi.
5. Siapapun pelaku kekerasan dapat dihukum
  • Sedekat apapun hubungan kita dengan si pelaku kekerasan, ia tetap dapat dihukum, maka segeralah melapor ke kepolisian jika menjadi korban.
  • Jangan kawatir, sudah ada kok pasal-pasal yang bisa diterapkan misalnya: ps.351-358 KUHP untuk penganiayaan fisik, pasal 289-296 tentang pencabulan jika kita mengalami pelecehan seksual, pasal 281-283, pasal 532-533 untuk kejahatan terhadap kesopanan, dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan di bawah umur
6. Jika harus ke Pengadilan


  • HARUS SIAP MENTAL saat berhadapan dengan aparat kepolisian atau pengadilan yang kebanyakan laki-laki.
  • JANGAN KAGET kalo mereka melontarkan pertanyaan yang bisa bikin kuping ‘merah’, bikin malu, membuat kita marah, menangis, mengeluarkan komentar bernada menghina, terutama dari petugas atau pengacara lawan. Misalnya: kita yang dianggap ‘memancing’ pelaku, atau justru dianggap tidak bermoral dan bukan perempuan baik-baik. dan banyak lagi lainnya.
  • TETAP BERTAHAN! Seringkali, pelaku bisa bebas dari hukuman karena korban takut mengadu ke polisi, apalagi meneruskan kasusnya ke pengadilan
  • HUBUNGI dan teruslah berkomunikasi dengan sahabat, individu atau organisasi yang peduli dengan masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan.
  • Buat yang tinggal di Jakarta, bisa menghubungi: LBH APIK (021-87797289), Mitra Perempuan (8298421), Kalyanamitra (7902109), SIKAP (3917760). Di Yogya ada: Rifka Annisa (0274-518720) LSPPA (374813), dan Savy Amira di Surabaya (031-8706255)
INGAT, TAK SEORANGPUN BERHAK MENJADIKAN KITA OBJEK KEKERASAN


Berikut Adalah Tips Menghindari Tindak Kekerasan Dalam Pacaran.

1. Kenali dia (calon pacar) secara menyeluruh sebelum memulai sebuah hubungan yang lebih mendalam dengan dia, dengan begitu anda akan tahu seluk beluk si dia dan bagaimana sikap dia terhadap orang lain.

2. Telusuri latar belakang keluarganya, hal itu akan membantu anda terhindari dari tindak kekerasan dalam pacaran karena dengan mengetahui bagaimana latar belakang keluarganya akan mampu menambah pemahaman bagaimana dia.

3. Berani mengambil sikap, anda bukanlah orang yang penakut yang hanya bisa diam ketika menerima tindak kekerasan dari dia, berani katakan "tidak" dan hentikan hubungan anda dengan dia waktu itu juga ketika anda menerima tindak kekerasan.

4. Buat komitmen dengannya, sebelum memulai sebuah hubungan, sebaiknya anda berkomitmen terlebih dahulu dengan dia, jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, anda bisa untuk mempertanyakan bagaimna komitmen anda dan dia pada waktu memulai hubungan.

5. Kenalkan dia dengan keluarga anda, mungkin cara ini terbilang ekstrim karena mungkin banyak diatara anda semua yang belum mendapatkan Surat Ijin Pacaran oleh orang tua. Namun perlu anda ketahui, dengan mengenalkan dia pada keluarga anda, hal tersebut akan mampu meminimalisir tindak kekerasan karena akan timbul perasaan "sungkan" dari dia terhadap keluarga anda.

Informasi lebih lanjut: http://www.lbh-apik.or.id

Lebih Jauh Mengenali Jenis-Jenis Kekerasan Seksual




Perkosaan
adalah serangan yang diarahkan pada bagian seksual dan seksualitas seseorang dengan menggunakan organ seksual (penis) ke organ seksual (vagina), anus atau mulut, atau dengan menggunakan bagian tubuh lainnya yang bukan organ seksual atau pun benda-benda lainnya. Serangan itu dilakukan dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan ataupun dengan pemaksaan sehingga mengakibatkan rasa takut akan kekerasan, di bawah paksaan, penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang koersif, atau serangan atas seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya.

Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya.

Pelecehan seksual
merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non fisik yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang, termasuk dengan menggunakan siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi-materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.

Penyiksaan seksual
adalah perbuatan yang secara khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga, untuk mengancam atau memaksanya atau orang ketiga, dan untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi atas alasan apapun, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik.

Eksploitasi Seksual
merujuk pada aksi atau percoban penyalahgunaan kekuatan yang berbeda atau kepercayaan, untuk tujuan seksual termasuk tapi tidak terbatas pada memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial maupun politik dari eksploitasi seksual terhadap orang lain. Termasuk di dalamnya adalah tindakan mengiming-imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, yang kerap disebut oleh lembaga pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan sebagai kasus “ingkar janji”. Iming-iming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat yang mengaitkan posisi perempuan dengan status perkawinannya sehingga perempuan merasa tidak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak pelaku, agar ia dinikahi.

Perbudakan Seksual
adalah sebuah tindakan penggunaan sebagian atau segenap kekuasaan yang melekat pada “hak kepemilikan” terhadap seseorang, termasuk akses seksual melalui pemerkosaan atau bentuk-bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan seksual juga mencakup situasi-situasi dimana perempuan dewasa dan anak-anak dipaksa untuk menikah, memberikan pelayanan rumah tangga atau bentuk kerja paksa yang pada akhirnya melibatkan kegiatan seksual paksa termasuk perkosaan oleh penyekapnya

Intimidasi/serangan bernuansa seksual, termasuk ancaman/percobaan perkosaan
adalah tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis pada perempuan. Serangan dan intimidasi seksual disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan lain-lain

Kontrol seksual,
termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama mencakup berbagai tindak kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak hanya melalui kontak fisik, yang dilakukan untuk mengancam atau memaksakan perempuan mengenakan busana tertentu atau dinyatakan melanggar hukum karena cara ia berbusana atau berelasi sosial dengan lawan jenisnya. Termasuk di dalamnya adalah kekerasan yang timbul akibat aturan tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas daripada kekerasan seksual.

Pemaksaan Aborsi
adalah pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.

Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
adalah cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Termasuk dalam penghukuman tidak manusiawi adalah hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang merendahkan martabat manusia yang ditujukan bagi mereka yang dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.

Pemaksaan perkawinan, termasuk kawin paksa dan kawin gantung
adalah situasi dimana perempuan terikat perkawinan di luar kehendaknya sendiri, termasuk di dalamnya situasi dimana perempuan merasa tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orang tuanya agar ia menikah, sekalipun bukan dengan orang yang ia inginkan atau dengan orang yang tidak ia kenali, untuk tujuan mengurangi beban ekonomi keluarga maupun tujuan lainnya. Pemaksaan perkawinan juga mencakup situasi dimana perempuan dipaksa menikah dengan orang lain agar dapat kembali pada suaminya setelah dinyatakan talak tiga dan situasi dimana perempuan terikat dalam perkawinannya sementara proses perceraian tidak dapat dilangsungkan karena berbagai alasan baik dari pihak suami maupun otoritas lainnya. Tidak termasuk dalam penghitungan jumlah kasus, sekalipun merupakan praktik kawin paksa, adalah tekanan bagi perempuan korban perkosaan untuk menikahi pelaku perkosaan terhadap dirinya.