Wednesday, April 10, 2013

#4 Gerbong



Ada yang berteriak didalam sini, di rongga sebelah kiri. Ada letupan yang mendesak keluar, seperti ingin menyemburkan lava panas kapan saja.
Kata seseorang yang dekat denganku, yang telah menemaniku selama hampir dua tahun, berjalan bersamaku seperti memelihara anak macan. Bisa jinak kapan saja, bisa buas kapan saja. 
Berbicara denganmu lebih sulit daripada berbicara dengan Tuhan, katanya. 
Selama hampir dua tahun, aku tidak bisa benar-benar mengenalmu. Kamu bisa menjadi kekasihku yang sangat manis, tapi sewaktu-waktu bisa menjadi musuh besar, lalu sewaktu-waktu bisa juga menjadi teman yang paling setia, ataupun oranglain yang tidak pernah kenal sebelumnya, katanya.
Itu semua ia katakan jauh sebelum aku memutuskan untuk mendatangi seorang terapis.
Aku menyangkal ketika terapis bilang aku terkena gejala bipolar disorder.
Aku tertawa, meledeknya.
Ketika menjalani serangkaian tes membosankan itu, ternyata banyak ceklis tercentang.
Aku memandang wajah terapis itu penuh curiga. Aku?
Aku tidak depresi. Aku tidak sakit jiwa. Aku hanya seseorang yang datang dari Mars dan masih merasa kesulitan beradaptasi didunia sini. Ia menggeleng pelan, sambil tersenyum.
Aku memalingkan muka lalu melempar raut penolakan. 
Aku pulang dengan getir. 
Untuk rasa ketidakpercayaanku yang selalu aku pertaruhkan, aku percaya bahwa terapis itu hanya membuat lelucon demi uang konsulnya.
Aku menatap pergelangan tangan kiriku yang terdapat 6 garis tipis yang sebelumnya masih basah oleh sel darah merah.
Aku sudah bilang padanya, ini bukan menyakiti diri sendiri, tetapi ini adalah mengenalkan rasa sakit pada diri sendiri.
Aku mencibir istilah-istilah konyolnya yang sama sekali tidak kumengerti.
Tentang dopamine, serotonin, atau deretan konsonan yang membacanya saja susah, apalagi untuk mengingatnnya.
Tapi tiba-tiba aku teringat ia yang telah menemaniku selama hampir dua tahun.
Yang perkataannya hampir sama dengan diagnosa sang terapis, walaupun dengan bahasa yang sangat lebih sederhana. 
Ia bukan mendiagnosa, melainkan 'merasakan dengan nyata'.
Didalam komuter, aku memandang manusia. 
Adakah diantara kalian yang sama denganku? Lompat dari planet Mars dan sampai disini melalui mesin waktu?
Mungkin ada beberapa bagian partikel yang hilang ketika organ dipecah sinar gamma, sehingga aku menjadi begini.
Ternyata mereka disini menyebutnya bipolar disorder. 
Padahal mereka tak pernah merasa, bahwa sesungguhnya kita dilempar dari Mars oleh semesta.

***

Ujung tusukan sembilu serdadu.
Teruntuk, G.A.S dan AnurahmaJulia.

Narasi dan Ilustrasi karya: 
Jayu Julie, Jakarta (@SMEKDON)