Tuesday, August 26, 2014

Bipolar Disorder pada Anak, Gejalanya Khas Anak-anak

Tak mudah memperhatikan gejala awal Bipolar Disorder pada anak. Seringkali dikira mirip dengan gangguan atensi.

Bipolar Disorder, bisa muncul gejalanya pada masa kanak-kanak dan baru tereteksi ketika anak memasuki usia remaja. Uniknya, pada anak gangguan ini muncul bersamaan atau mirip-mirip dengan gangguan hiperaktif defisit atensi (Attention Deficit Hyperactive Disorder). Banyak orangtua yang kurang ngeh dengan kehadiran gejala awal gangguan Bipolar pada anak-anaknya.


Perubahan Mood Lebih Cepat
“Pada anak, sepintas  gangguan bipolar memang mirip dengan ADHD,” ujar Dr.Tjhin Wiguna, Sp.KJ(K),  psikater anak dari RSCM/FKUI. Untuk gejala-gejalanya, sambung Tjhin,  bipolar pada anak hampir sama pada orang dewasa. Namun sesuai dengan usianya, perilaku yang ditampilkan biasanya juga ’khas anak-anak’. Misalnya senang main sampai lupa waktu, sulit konsentrasi, hiperaktif, banyak omong,  mudah tersinggung,  senang berlebihan, kurang tidur, dan lainnya.

Selintas perilaku itu  mirip gangguan ADHD. Lantas, bagaimana membedakan keduanya? ”Pada anak ADHD, umumnya mood-nya lebih stabil. Sementara perubahan mood pada anak bipolar sangat cepat,” imbuh Tjhin.

Ya, perubahan mood memang ciri khas Bipolar. Bila pada orang dewasa perubahan emosinya  (mood swings)  berlangsung dalam hitungan pekan, pada anak bipolar fluktuasi emosinya bisa dalam bilangan jam (rapid-cycle). Contohnya, belum lama anak terlihat kesal dan marah-marah, namun beberapa jam kemudian dia bisa masuk ke episode polar manik atau kutub senang yang berlebihan.

Obat dan Kasih Sayang
Sampai saat ini penyebab gangguan bipolar disinyalir berasal dari beberapa faktor pemicunya, yakni terkait dengan genetik, psikososial dan terganggunya beberapa cairan kimiawi (neurochemistry) di dalam otak.

Di Indonesia sendiri jumlah anak yang mengalaminya pun belum banyak yang terungkap.  Namun untuk kasus-kasus pada anak di kelompok usia remaja, kasusnya terlaporkan dari beberapa kota besar. Sebab penelitian yang membahas gangguan bipolar pada anak masih minim, tak sedikit orangtua yang bertanya apakah anak yang menderita bipolar, saat dewasa kelak sudah pasti mengalami hal yang sama. Bagaimanapun anak masih dalam periode tumbuh dan berkembang. 

Repotnya lagi,  anak bipolar kadang didiagnosa mengalami gangguan ADHD. Bahkan pada orang dewasa pun, ditemukan pula kasus si pasien baru diketahui menderita  bipolar setelah 9 tahun lewat, karena sebelumnya terdiagnosa sebagai skizofrenia (baca testimoni). Karena itulah perlu  wawancara psikiatri yang cermat untuk mendiagnosa secara tepat gangguan kejiwaan ini pada anak.

Namun itu semua bukan berarti orangtua tak peduli dengan gangguan yang satu ini. BIla  curiga dengan hiperakrtivitas anak yang disertai emosi yang berubah cepat, tak ada salahnya segera membawanya ke psikiater. Kalau diketahui dini, tentu anak akan mendapat terapi yang sesuai.  ”Bipolar itu kan terkait neurotransmitter di otak anak. Bila neurotransmitter ini tak seimbang dan tak diobati,  akan berpengaruh pada otaknya,”  ujar Tjhin.

Selain obat, hal lain yang dibutuhkan anak bipolar adalah kasih sayang yang tulus. Konkretnya, orangtua mesti menerima sang anak apa adanya. Bila diperlakukan dengan penuh empati,  anak bipolar pun bisa  meraih sukses sesuai cita-citanya.    

Di sinilah pentingnya edukasi buat orangtua yang punya anak dengan gangguan bipolar. Pemahaman yang benar akan membuat orangtua lebih siap menghadapi perilaku sang buah hati. Tak kalah penting adalah siap bekerja sama dengan psikiater anak  yang menanganinya. *


Testimoni:
Hartono: “Tidak Bisa Tidur dan Kuat Jalan Berkilo-kilometer”

”Umur saya sudah melewati kepala 4. Saya terkena bipolar pada usia 13 tahun. Sayangnya, saat itu diagnosanya gangguan skizofrenia. Baru pada usia 16 tahun,   saya didiagnosa bipolar. Saat gangguan bipolar itu muncul, saya merasakan dorongan  kuat untuk melakukan banyak hal. Tak salah bila orang lain menganggap saya hiperaktif. Saya menyadari adanya dorongan tersebut, tapi jujur saya tak bisa mengendalikannya.

Saat dorongan itu muncul, saya biasanya menjadi tidak bisa tidur. Sehari cuma tidur satu jam terasa sudah cukup. Saya tidak mengerti kenapa seperti itu. Ada juga keinginan untuk jalan sejauh mungkin. Pernah saya jalan dari Gunung Sahari sampai Universitas Trisakti di Grogol, lalu balik lagi ke Gunung Sahari. Nggak ada rasa capek meski tak minum dan makan.

Beruntung saya punya orangtua yang begitu peduli. Mereka tak mengenal lelah untuk selalu membawa saya ke rumah sakit saat gangguan tersebut muncul.

Namun sampai sekarang, saya kecewa dengan lingkungan yang masih mengecap saya sebagai orang gila. Ini sangat menyakitkan. Padahal dengan berobat rutin ke dokter, saya bisa hidup layaknya orang lain. Itulah saya mengimbau kepada masyarakat luas untuk lebih peduli kepada orang-orang seperti saya.”

http://tumbuh-kembang.com/artikel/Bipolar-Disorder-pada-Anak,-Gejalanya-Khas-Anak

2 comments:

  1. Aku dan anak perempuanku menderita bipolar disorder. sama seperti cerita diatas. Waktu umur 16 tahun aku didiagnosa mengalami OCD (obsesive compulsion disorder) baru setelah berjalan 2 tahun, dignosa berubah menjadi bipolar.
    yang tidak beruntung, pengobatan saya putus saat saya masuk kuliah karena pemikiran mama bahwa saya bisa sembuh jika menemukan orang yang tepat, yang bisa dijadikan pelampiasan dll. Dan itu sama sekali tidk terjadi. Saya merasa di masa yang kacau waktu kuliah. dan beberapa kali sempat melakukan niatan untuk bunuh diri.

    Hingga setelah kelahiran anak pertama, saya merasa bahwa bipolar ini terus memburuk. di satu sisi saya sangat menyayangi anak saya, tapi disatu sisi aku membencinya. sangat. akhirnya dengan terpaksa (dengan alasan demi keselamatan anak) saya berobat kembali ke psikiater, tapi sekali lagi. pengobatan tersebut putus. saya nggak mau nyapih anak saya. sehingga obat yang seharusnya di minum setiap hari, saya buang demi bisa memberi asi.

    yang saya khawatirkan, anak saya (sekarang usianya 3 tahun) mengalami mood swing serupa. awalnya saya dan suami mengira dia hiperaktif. tapi ada kalanya emosinya meletup2, dan sama sekali tidak ingin bangun dari tidurnya. tapi beberapa menit kemudian dia seperti memiliki energi yang berlebihan...

    sayangnya. karena malu, orangtua merasa saya harus merahasiakan dari semua orang mengenai penyakit ini. tersiksa? iya. orang tua menganggap bahwa saya bersandiwara saat saya merasa begitu depresi dan begitu emosional. mreka masih percya bahwa ini bisa sembuh dengan sendirinya. mengontrolnya? percayalah. saya berusaha mengontrol emosi sya seumur hidup. tapi ini semakin menyiksa dan membebani hati...

    ReplyDelete