Sunday, August 3, 2014

Sekarang Sudah Bisa Memantau Kesehatan Mental Melalui Aplikasi Smartphone

MENURUT WHO (World Health Organization), 90 persen dari seluruh jumlah laporan bunuh diri dikarenakan mereka menderita penyakit mental. Ini berarti, ada kebutuhan mendesak untuk adanya layanan pendukung yang membantu dokter dalam mengevaluasi pengobatan pasien gangguan mental.

Teknologi baru yang dikembangkan oleh para peneliti di Tel Aviv University siap memberikan jalan baru dalam metode pengobatan pasien. Dr Uri Nevo, Keren Sela, dan para peneliti di Fakultas Teknik Tel Aviv University dan Sagol School of Neuroscience telah mengembangkan sistem berbasis smartphone yang dapat mendeteksi perubahan pola dalam tingkah laku pasien dan langsung mengirimkannya pada para ahli saat itu juga.

Ini tentu mempersingkat waktu penanganan yang harus dilakukan para psikiater klinis. Dengan memfasilitasi pasien untuk pemantauan lewat smartphone, teknologi ini juga memberi kebebasan bagi pasien untuk tidak terkungkung dalam pengawasan rumah sakit.
Penelitian tentang aplikasi ini dipresentasikan Maret lalu pada acara tahunan Israel Society for Biological Psychiatry. Project ini memenangkan pendanaan dari Kementerian Ekonomi Israel. Tim kini mulai melakukan pembicaraan dengan lembaga-lembaga medis di Israel dan luar negeri untuk mengembangkan pengujian klinis.

Diagnosis atas penyakit mental hanya bisa dideteksi lewat pola tingkah laku. Dalam beberapa kasus, pasien yang keluar dari rumah sakit menjalani hidup mereka dalam kehampaan, tanpa gagasan atau bayangan membangun ‘dunia baru’ dalam pikiran mereka. Karena kini semua orang hampir memiliki smartphone, kami pikir, mengapa tidak memanfaatkannya untuk bisa digunakan memantau perubahan perilaku dalam keseharian pasien,” ujar Dr Nevo, seperti dikutip dari Science Daily beberapa waktu lalu.
“Bipolar disorder misalnya, dimulai dari tekanan batin. Pasien yang biasanya menelepon sehari 5-10 kali, bisa kemudian menelepon puluhan kali dalam sehari. Berapa banyak yang mereka bicarakan, pesan yang mereka kirim, berapa banyak tempat yang mereka kunjungi dan kapan serta berapa lama mereka tidur, dapat dipantau menjadi indikator kesehatan mental mereka dan memberikan informasi penting bagi tenaga medis yang menanganinya untuk melakukan tindakan segera sebelum penderita makin parah.”

Gangguan Bipolar

Mereka yang mengalami bipolar disorder atau gangguan bipolar cenderung membuat keputusan melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya. Suasana hati mereka sering berubah-ubah dan kerap mengalami depresi. Risiko bunuh diri di kalangan mereka yang mengalami gangguan bipolar juga cukup tinggi.
Menurut tulisan yang terdata di US National Library of Medicine di National Institutes of Health, penyebab pasti penyakit ini belum dapat dijelaskan. Yang pasti, ada pengaruh dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan bisa memicu jika seseorang mengalami stres jangka panjang atau pengalaman yang tidak menyenangkan saat kecil, yang membuat mereka selalu punya pandangan negatif tentang kehidupan.

Bekerja sama dengan para psikiater terkemuka di Geha Mental Health Center dan Be'er Ya'acov Mental Health Center, aplikasi smartphone ini diuji. Dalam uji coba aplikasi ini diinstal di smartphone 20 pasien yang terkena bipolar, unipolar/depressive, atau schizo-affective disorders, dan diinstal juga di ponsel 20 partisipan yang sehat.
Selama enam bulan, melalui aplikasi tersebut diperoleh data dari pasien yang terkirim ke komputer yang telah dilengkapi kemampuan untuk mendeteksi perubahan dalam kebiasaan tidur, berkomunikasi, mobilitas dan berbicara. Para peneliti lebih jauh lagi mengembangkan sistem visualisasi yang menampilkan informasi yang terangkum kepada psikiater, memberikan pandangan melalui gambaran visual dan informasi cepat tentang perilaku pasien mereka.

Menurut Dr Nevo, pasien yang menggunakan aplikasi ini memiliki kontrol penuh atas perekaman ini. “Kami melindungi privasi pasien. Isi telepon dan teks, juga kontak yang ada di telepon mereka, tidak kami ganggu gugat. Kami jaga kerahasiannya,” katanya.
Psikiater yang ikut dalam pengujian ini melaporkan, sistem ini berdampak positif pada interaksi mereka dengan pasien--menjadi semacam “jendela” untuk melihat kondisi pasien. Pasien yang menggunakannya juga membantu mereka untuk tidak dirawat terlalu lama di rumah sakit.

Aprillia Ramadhin / Ahmad Nurullah

No comments:

Post a Comment