Thursday, April 4, 2013

Mengapa Genius dan Gila Berhubungan?

Potret diri Van Gogh dengan telinga diperban, sesaat setelah ia memotong telinganya.
Banyak seniman kelas dunia secara mental mengalami sakit. Dari pelukis Vincent van Gogh dan Frida Kahlo sampai sastrawan Virginia Woolf dan Edgar Allan Poe. Kini, kaitan antara genius dan kegilaan itu tak lagi sekadar lelucon. Sebuah penelitian menunjukkan dua sisi ekstrem dari pikiran manusia itu bertautan - dan ilmuwan mulai memahami mengapa bisa begitu. Penelitian itu di paparkan di depan panel ahli pada tanggal 31 Mei 2012 di New York sebagai bagian dari Festival Sains Dunia ke-lima.

Kay Redfield Jamison, psikolog klinis dan guru besar di Sekolah Kedokteran Universitas John Hopkins, mengemukakan penemuannya tentang sekitar 20 sampai 30 penelitian ilmiah yang mendukung pandangan soal "genius yang tersiksa". Dari banyak psikosis (kondisi yang berhubungan dengan pikiran, yang mana ada beberapa hal yang hilang kontak dengan kenyataan), kreativitas sepertinya paling kuat terkait dengan suasana hati, khususnya gangguan bipolar. Jamison sendiri menderita gangguan itu.

Sebagai contoh, satu penelitian menguji inteligensia 700.000 orang Swedia berusia 16 tahun yang kemudian diikuti perkembangannya selama satu dekade untuk melihat perkembangan mentalnya. Hasil yang mengejutkan dipublikasikan tahun 2010. "Mereka menemukan bahwa orang yang pandai ketika berusia 16 tahun memiliki kecenderungan empat kali mengarah ke gangguan bipolar," kata Jamison.

Gangguan bipolar membuat perubahan suasana hati yang dramatis antara kebahagiaan ekstrem (dikenal sebagai "maniak") dan depresi berat. Bagaimana siklus brutal ini menimbulkan kreativitas? Penelitian oleh panelis lainnya, James Fallon, ahli biologi saraf dari University of California-Irvine, memberikan jawaban.

"Orang dengan gangguan bipolar cenderung menjadi kreatif ketika mereka keluar dari depresi berat," kata Fallon. Ketika suasana hati penderita bipolar membaik, aktivitas otaknya pun berubah pula: aktivitas berhenti di bagian otak yang lebih rendah yang disebut frontal lobe, dan mengembang di bagian yang lebih tingi dari lobe. Herannya, perubahan yang sama terjadi ketika orang memiliki kreativitas utama. "Ada hubungan antara rangkaian ini yang berkaitan dengan bipolar dan kreativitas," kata Fallon.

Untuk pertanyaan bagaimana pola-pola otak diterjemahkan ke dalam pikiran sadar, Elyn Saks, guru besar hukum kesehatan mental di University of Southern California menjelaskan bahwa orang dengan psikosis tidak menyaring rangsangan sebagus orang biasa. Sebaliknya, mereka dapat memiliki ide-ide kontradiktif yang berkesinambungan, dan menjadi sadar kehilangan keterkaitan yang pada otak bawah sadar orang kebanyakan tidak akan dipertimbangkan sebagai sesuatu yang berharga untuk diteruskan ke otak sadar. Sementara invasi nonsens ke dalam pikiran sadar dapat melimpah dan mengganggu, "Hal itu akan menjadi sangat kreatif juga," kata Saks, yang menderita skizofrenia saat muda.

Sebagai contoh, penelitian soal asosiasi kata, yang menanyakan ke semua relawan untuk menyusun semua daftar kata yang muncul dalam pikirannya dalam hubungannya dengan sebuah rangsangan kata (semisal "tulip"), menunjukkan bahwa penderita bipolar mampu menghasilkan kata tiga kali lebih banyak dalam kurun waktu yang diberikan dibandingkan dengan orang kebanyakan.

Tentu saja, tak ada orang penuh dengan energi kreatif selama menderita depresi atau skizofrenia yang parah. Di atas segalanya, kondisi ini melemahkan dan bahkan mengancam jiwanya, kata ilmuwan. Saks menyimpulkan, "Saya rasa kreativitas hanyalah bagian dari sesuatu yang sebagian besar dalam kesukaran." (Life's Little Mysteries)


Agus Surono
http://intisari-online.com

No comments:

Post a Comment