Sunday, March 31, 2013

Sedang Depresi? Menulis Saja!


Ilmu dan buku adalah dua korelasi yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini sudah berlaku sejak ribuan tahun yang lalu ketika ditemukan pembukuan. Dan tak ada yang menyangkal akan hal itu. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari penelitian maupun buah pemikiran dapat bertahan lama karena dibukukan. Dengan pembukuan, menjadikan kita dapat menikmati ilmu nenek moyang. 

Atas dasar kebutuhan ilmu pengetahuan itulah banyak orang berlomba menciptakan buku. Banyak pula perusahaan penyebar buku atau yang lazim disebut penerbit. Menulis buku menjadi sebuah pekerjaan. Karena itu merupakan cara termudah menyampaikkan buah pikiran. Baik itu pikiran putih maupun hitam. Bahkan ada yang membuat buku untuk menyerang suatu kelompok. Jika sudah demikian, bukan bukunya yang jelek. Tapi oknumnya. Sebab, hakihatnya buku hanya sebagai sarana saja. Buku hanyalah sbeuah wadah saja untuk menampung ide, gagasan pikiran seseorang.

Menulis, menjadi sebuah pekerjaan. Selain karena kemudahan berbagi pikiran kepada orang lain. Pekerjaan menulis menjadikan nama kita lebih dikenal. Jika sudah begitu, maka buah pikiran kita dapat diterima orang lain dengan mudah. Ada yang menulis untuk meraih ketenaran semata. Ada yang menulis untuk mengajak kepada pemikiran tertentu. Namun, dibalik semua itu, banyak yang bingung untuk memulai menulis.

Selain itu, banyak yang tidak tahu menulis bisa menjadi terapi dari penyakit kejiwaan seperti stress, depresi dan semisalnya. Banyak penelitian dan kisah nyata tentang itu. Bahkan, dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa menulis dapat menyebabkan kekebalan tubuh meningkat.

Apa hubungan antara menulis dan kesehatan? 

Menurut James W. Pennebaker, guru besar psikologi University of Texas  Setidaknya ada tiga manfaat menulis, yakni  :
1.  Menulis dapat meningkatkan kekebalan tubuh,
2. Bercerita, juga lewat tulisan, dapat menyelesaikan separuh masalah psikis,
3. Menulis sebagai katarsis (pelepasan emosi/ketegangan).

Dr. James W. Pennebaker melakukan penelitian selama 15 tahun tentang pengaruh membuka diri terhadap kesehatan fisik. Hasil penelitian tersebut, ia tulis dalam buku “Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions”, bahwa menulis menjernihkan pikiran, menulis mengatasi trauma, menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, menulis membantu memecahkan masalah, dan menulis-bebas membantu kita ketika terpaksa harus menulis.


 “Cukup menulis selama lima belas menit per hari, selama empat sampai lima hari,  bisa mengatasi depresi!” demikian antara lain saran James W. Pennerbaker dalam buku yang ditulisnya berjudul  Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotion.  “ Jika Anda mengalami kesulitan melalukan itu, mulailah menulis sedikit demi sedikit. Kata, demi kata. Tulis apa saja yang Anda bisa  untuk mengurangi depresi yang menekan jiwa Anda.”  Tegasnya.


Pennebaker, pria kelahiran 2 Maret 1950 di Midlnad Texas – AS,  adalah seorang psikolog dan ahli bahasa, dikenal sebagai pelopor  terapi jiwa melalui kegiatan menulis. Ia mensosialisasikan program ini pada tahun 1975, setelah melakukan serangkaian  creative writing workshop untuk pasien-pasiennya yang dibelenggu frustasi, depresi,   berbagai trauma fisik-psikis, amnesia, autis dan kerusakan sistem syaraf otak. Hasilnya luar biasa. Ternyata kegiatan menulis yang fokus pada life-writing itu mampu mengatasi berbagai problema tersebut. Salah satu studinya yang dipublikasikan dalam Journal of Consulting and Clinical Psychology edisi April 1998, menemukan bukti bahwa sel-sel T-limfosit para mahasiswa menjadi lebih aktif enam pekan setelah mereka menulis peristiwa-peristiwa yang menekan. Suatu indikasi adanya stimulasi sistem kekebalan.

Sebuah kesaksian

John Mulligan pria berdarah Skotlandia – veteran  Perang Vietnam yang mengalami trauma fisik dan psikis sangat berat sekembalinya dari Vietnam, melakukan life-writing as therapeutic begitu cemerlang. Ia tidak hanya mampu mengatasi depresinya, akan tetapi juga mampu menulis novel laris, bernilai sastra tinggi. Novelnya  berjudul Shopping Cart Soldier tahun 1997, bersumber dari kisah nyata perang  Vietnam yang  membuatnya jadi pembunuh tanpa rasa, tanpa jiwa. Tidak hanya membunuh ribuan manusia, tapi juga kerbau-kerbau, yang keduanya tak berdosa.

Novel ini menceritakan tentang pengalaman mengerikan  seorang tentara  selama bertugas di garis depan medan perang Vietnam . Setelah  ia menjadi veteran, berubah menjadi sosok pria depresi berat. Ia jadi pencandu alkohol dan homeless selama 10 tahun hidup menggelandang  di jalan-jalan di  San Fransisco. Ia menemukan kedamaian dalam dirinya setelah mengikutilife-writing as therapeutic workshop yang dimentori Maxine Hong Kingston, pengarang dan ahli bahasa ternama di AS.  “Kegiatan menulis benar-benar mampu membuatnya kembali ceria, bersiul-siul, melompat-lompat – karena proses menulis membuat pikirannya jernih dan menyalakan semangat hidupnya.” – demikian kesaksian putri Mulligan.

Setelah sukses dengan novelnya yang berjudul Shopping Cart Soldier, Mulligan lalu menulis beberapa cerpen dan novel. Sayang, sebelum naskah-naskah yang ditulisnya itu terselesaikan dengan sempurna, ia tertabrak mobil dan meninggal 12 Oktober 2005. Novel Shopping Cart Soldier dapat menghargaan Pen-Oakland Sastra. 

“Belum pernah ada novel yang menyampaikan kebenaran mistis perang, kecuali yang ditulis Mulligan. Narasinya begitu hidup, mampu melukiskan seorang pembunuh tanpa jiwa, tapi juga menyampaikan pikiran cemerlang dan ekspresif seorang perempuan muda Vietnam dalam mnenyikapi  perang Vietnam yang membuat orang mati rasa.”  Demikian antara lain penilaian Maxine Hong Kingston, mengenai novel Mulligan yang sangat menyentuh. Jadi, menulis itu menyenangkan dan menyehatkan bukan? Yuk segera saja menulis

No comments:

Post a Comment