Rasa sedih atau ‘galau’ yang berkepanjangan lambat laun dapat mengacaukan keharmonisan keluarga, karier, dan kehidupan sosial.
Beberapa tahun terakhir, stress tampaknya telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Berbagai hal bisa memicu stress, mulai dari kemacetan di jalan hingga kematian seseorang yang amat dicintai. Rutinitas dan beban pekerjaan di tempat kerja pun, bisa menimbulkan stres bagi seseorang. Stres yang dialami juga bervariasi levelnya, dari stress ringan, berat, hingga stress kronis yang berkepanjangan.
Stress berkepanjangan biasanya diakibatkan oleh beban mental yang terus menerus dialami oleh seseorang, yang dipicu oleh rasa bersalah, kesedihan atau kekecewaan mendalam akan suatu kejadian atau tindakan yang dilakukan. Misalnya, stress karena salah perhitungan dalam berinvestasi, sehingga perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar; atau mungkin juga stress karena tak sengaja mengakibatkan seseorang dipecat dari pekerjaannya, misalnya.
Stress berkepanjangan tak hanya memicu kelelahan mental, tapi juga mempengaruhi kesehatan fisik. Reaksi psikologis dan fisiologis atas beban mental ini akan merangsang pelepasan hormon kortisol yang memiliki efek merusak tubuh.
Kondisi psikologis mempengaruhi kesehatan tubuh.Stress akan membuat jantung berdetak lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memicu penyempitan pembuluh darah dan meningkatkan kadar kolesterol.
Stress berkepanjangan akan mempengaruhi semua organ utama dan sel, dimana kondisi ini dapat menyebabkan penyakit fisik dan psikologis.
Jika stress yg berkepanjangan tidak diatasi akan mengakibatkan seperti berikut:
Hubungan dengan orang lain
Stress menimbulkan perbedaan sikap dan perilaku. Kemarahan, rasa sedih atau ‘galau’ yang berkepanjangan lambat laun dapat mengacaukan keharmonisan keluarga, karier, dan kehidupan sosial.
Gangguan fisik
Selain peningkatan detak jantung, penderita juga merasakan ketegangan saraf yang ditandai dengan rasa sakit di leher atau punggung bagian bawah.
Stress berkepanjangan bisa menurunkan kekebalan tubuh.
Penyakit jantung
Stress berkepanjangan juga bisa menyebabkan penyumbatan di arteri dan memicu berbagai gangguan pada jantung.
Angina atau nyeri dada
Stress mental dan fisik yang berkepanjangan dapat memicu rasa nyeri dada yang parah. Ini karena berkurangnya pasokan oksigen dan menurunnya aliran darah
Tekanan darah tinggi
Stress berkepanjangan juga bisa memicu tekanan darah tinggi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius seperti stroke.
Disfungsi sistem kekebalan tubuh
Sistem kekebalan tubuh juga dapat terpengaruh oleh stress berkepanjangan. Hal ini membuat penderita stress berkepanjangan menjadi rentan terhadap paparan virus penyebab penyakit.
Masalah pencernaan
Stress berkepanjangan juga bisa mempengaruhi usus besar, dan memicu masalah seperti diare, sembelit atau kembung.
Masalah diet
Pola makan bagi penderita stress berkepanjangan juga bisa berubah drastis. Sebagian penderita akan kehilangan nafsu makan sama sekali, namun lainnya justru mencari pelarian dengan mengonsumsi makanan tak sehat secara berlebihan.
Diabetes
Stress berkepanjangan juga dapat mempengaruhi kadar gula darah, yang menyebabkan peningkatan resiko diabetes.
Arthritis
Stress berkepanjangan meningkatkan kadar keasaman dalam tubuh yang memicu arthritis atau radang persendian tubuh yang menyakitkan.
Gangguan tidur
Kecemasan yang berlebihan, takut tak beralasan, dan stress berkepanjangan juga menyebabkan kelelahan tubuh ekstrim. Namun, kelelahan tersebut tidak diimbangi dengan hasrat untuk tidur atau beristirahat.
Saraf
Stress membuat saraf simpatik otak memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk mengeluarkan beberapa zat kimia kimia. Misalnya epinefrin (adrenalin) dan kortisol. Kalau zat ini jumlahnya berlebihan bisa merusak memori dan konsentrasi. Bisa pula menyebabkan depresi.
Endokrin
Hormon stress dapat menyetimulasi liver untuk menghasilkan gula darah yang berlebih. Kalau ini berlangsung dalam jangka lama, dikhawatirkan menyebabkan penyakit diabetes tipe 2.
Pernapasan
Orang yang stress seringkali bernapas lebih cepat, merasa napas berat, hingga sesak. Jika terbiasa dengan kondisi ini, membuat Anda lebih gampang kena infeksi saluran pernafasan atas.
Kardiovaskular
Orang diserang kecemasan atau stress, kerap merasakan detak jantung lebih cepat. Tekanan darah ikut naik. Inilah salah satu faktor pemicu serangan jantung, penyakit jantung, hingga stroke. Jika Anda pemilik kolesterol tinggi, peluang terkena penyakit tersebut semakin tinggi dengan menyempitnya pembuluh darah.
Reproduksi
Buat wanita, stress dapat memperpanjang atau memperpendek siklus menstruasi Anda. Bisa pula membuatnya berhenti sama sekali, atau mengalami haid yang lebih menyakitkan. Selain itu, bakteri vaginosis yang menyerang selama kehamilan saat Anda stress, dapat meningkatkan potensi bayi mengalami asma atau alergi di kemudian hari.
Kekebalan tubuh
Stress jangka pendek dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam memerangi berbagai infeksi. Tapi, kalau stress sudah keterlaluan, bisa memperlambat penyembuhan luka, rentan terhadap infeksi, dan memburuknya kondisi kulit. Misalnya terkena eksim, gatal-gatal, dan jerawat.
Pencernaan
Stress dapat menganggu pencernaan. Misalnya mengakibatkan mulut kering, gangguan pencernaan, mual, gasthritis, dan merangsang otot-otot usus. Kadang dapat menyebabkan diare atau sembelit. Kalau keadaan sudah kronis, meningkatkan risiko iritasi usus, mulas parah, dan bisul.
Muskuloskeletal
Stress juga membawa pengaruh pada otot. Stress berkepanjangan menyebabkan sakit kepala dan leher, bahu, dan nyeri punggung. Dalam keadaan kronis memicu osteoporosis.
Wednesday, June 5, 2013
Bom Waktu Itu Bernama: Dendam
Hati yang dipenuhi perasaan negatif seperti amarah dan sakit hati akan memunculkan efek toksik (racun) di dalam tubuh. Akibatnya, terjadilah berbagai gangguan terhadap seluruh fungsi tubuh yang ujung-ujungnya membangkitkan berbagai penyakit serta penuaan dini.
Tentu, bukan berarti kita tak berhak merasa marah atau sakit hati. Ketiganya adalah perasaan yang mucul secara alami pada setiap manusia. Saat ego kita tersentuh atau perasaan kita disakiti, kita biasanya merasa marah atau sakit hati. Namun menurut Winarini, psikolog klinis dari Universitas Indonesia, yang perlu diwaspadai adalah jika perasaan marah dan sakit hati disimpan menjadi dendam. Sebabkan Kanker dan Penyakit Jantung Dendam adalah luapan kemarahan yang tak terselesaikan, sehingga sulit memaafkan dan melupakannya. Akibatnya, timbul kebencian yang mengakibatkan rasa sakit hati, duka cita, serta kekacauan emosi. Rasa dendam dapat timbul oleh banyak sebab, contohnya: mendapatkan perlakuan negatif dari orang lain secara pasif (tak pernah mau mengungkapkan/berbagi perasaan negatif akibat perlakuan itu); melihat keberhasilan orang yang tak bekerja sekeras yang dilakukan orang lain; dipermalukan oleh orang yang berniat meremehkan; selalu ditolak, tidak diakui, tidak diterima dan diabaikan oleh orang lain; menjadi sasaran diskriminasi atau prasangka buruk; mengharapkan suatu hubungan yang berlangsung terus, tetapi orang lain secara gamblang mengakhirinya; serta tak pernah memperoleh kesempatan untuk menebus kesalahan. Menyimpan dendam ibarat menyimpan bom waktu. Amat berpotensi bahaya dan kerugian. Tak sedikit, misalnya, kita mendengar aksi balas dendam yang berujung urusan dengan pihak berwajib atau menimbulkan permusuhan berkepanjangan. Dari sudut pandang kesehatan, dendam juga berbahaya. "Dendam yang disimpan di dalam hati dapat menjadi bibit dari segala penyakit," ujar psikolog berpenampilan apik yang kerap muncul di layar kaca ini. Dendam, lanjutnya, dapat memicu stres dan depresi pada seseorang. Sedangkan stres dan depresi adalah pemicu berbagai penyakit patologis mulai dari diare, maag, hingga kanker. Sebuah penelitian menyebutkan, tingkat hipertensi (tekanan darah tinggi) pada orang yang menderita stres, depresi karena dendam sangatlah tinggi. Selain itu, terjadi juga peningkatan adrenalin secara tak teratur sehingga bisa membahayakan jantung. Penemuan lain yang menarik menunjukkan, orang yang menyimpan dendam sulit sekali tertawa. Padahal, saat seseorang tersenyum, 40 urat dan sarafnya akan berfungsi secara optimal sehingga memperelok wajah dan tubuhnya. Sebaliknya bila selalu merasa sedih atau menyimpan dendam, sekitar 17 urat saraf akan terganggu dan menimbulkan penuaan dini. Selain gangguan fisik, dendam juga akan mengganggu emosi dan kepribadian seseorang. "Karenanya, seringkali orang yang menyimpan dendam tak bisa berpikir tenang, sulit berpikir jernih, dan tak bisa bersikap rasional," ungkap Winarini. Ayo Meredam Dendam! Menurut Winarini, 'maaf' adalah obat paling mujarab untuk menetralisasi dendam. Memang, memaafkan acap tidak mudah, sehingga mungkin diperlukan kiat-kiat tersendiri untuk membuang atau membersihkan dendam dari dalam hati. Beberapa yang dapat kita lakukan antara lain:
Kata maaf sebenarnya tak mahal harganya, tapi sering kali cukup sulit diberikan. Terlebih pada orang yang pernah menyakiti kita. Di bawah ini ada beberapa alasan mengapa orang sulit memaafkan. Namun menurut psikolog Winarini, setiap orang membutuhkan waktu yang bervariasi untuk menghilangkan berbagai alasan tersebut dari dalam dirinya. Dan hal itu biasanya sangat tergantung tingkat kecerdasan emosi (emotional quotient) seseorang serta dukungan lingkungan. Ego Pribadi Bila seseorang merasa disakiti oleh orang yang berada jauh di bawahnya, baik dari segi usia, strata ekonomi atau tingkat sosial lainnya, kemungkinan untuk memaafkan akan lebih sulit, meskipun orang yang menyakiti sudah meminta maaf. Perasaan Takut Memaafkan bisa jadi mudah, tapi tak jarang orang merasa takut kalau-kalau memaafkan justru akan menunjukkan kelemahan diri. Banyak orang yang takut bahwa tindakannya memaafkan justru akan menimbulkan keberanian orang yang menyakitinya untuk melakukan hal-hal buruk yang lain kepadanya. Perasaan Ragu
Sering orang ragu-ragu, apakah masalah bisa diselesaikan dengan maaf? Di sinilah perlunya menyampaikan maaf tanpa pamrih. Sebab ungkapan maaf yang tulus adalah obat bagi diri kita sendiri, bukan untuk orang lain. Disarankan, saat memaafkan orang lain kita tak usah berharap orang akan berperilaku lebih baik pada kita. Mila/Desi
|
Sumber: Majalah Nirmala
|
Subscribe to:
Posts (Atom)